Rabu, 22 Maret 2017

Indonesia Darurat Pedofilia
Oleh :Yofiendi Indah Indainanto
Terungkapnya video dan konten foto korban pedofil melalui jaringan di media sosial Facebook belum lama ini, sangat menggegerkan masyarakat Indonesia, dan membuat orang tua resah. Pelaku kelainan mental dan kekerasan seksual terhadap anak di bawah usia  atau pedofil, membrikan sebuah ancaman berati terhadap generasi muda. Pasalnya sasaran adalah  anak-anak yang sedang dalam proses berkembang. Pedofil seringkali diartikan sebagai kelainan seksual yang menjadikan anak-anak sebagai objek seksual, biasanya usia belasan tahun. Sebagai kelainan mental, Pedofi memiliki klasifikasi di dalamnya. Pelakunya seperti mata rantai yang sulit ditumpas, tidak jarang  pedofil terus berkembang.
Berdasarkan penelitian dalam jurnal kriminal, Trend and Issue in Crime & Criminal Justice, mereka yang menjadi korban kekerasan seksual, 33 persen hingga 75 persen akan menjadi pelaku di masa mendatang, sehingga ada kemungkinan besar para korban pedofil jika tidak diberikan pembinaan akan memberikan ancaman berarti dengan beban troma berkepanjangan, sehingga mencari jalan singgkat untuk melampiaskannya. Besar kemungkinan pedofil terjadi akbiat adanya kesempatan. Anak menjadi pelampiasan dalam menyalurkan hasrat, bagi para pelaku penyimpangan.  
Menurut Plt Kepala Humas Kementrian Komunikasi dan Informatikan (kemenkominfo) Noor Iza saat diwawancari surat kabar nasional menuturkan terbongkarnya akun group facebook Official Candy’s yang menyebar konten pedofil dinilai tidak berdiri sendiri dan ada keterkaitan dengan jaringan Internasional.  Dalam laporan, akun Official Candy’s telah beranggota lebih dari 7.000 penggguna yang diketahui telah mengunggah konten-konten pedofil. Para anggota yang tergabung sejak september 2014 sudah ratusan video, gambar dan kisah para pedofil yang tersebar menjadi kosumsi anggota group. Dari 7.000 yang terlibat dalam akun tersebut Polda Metro Jaya telah menangkap M Bahrul Ulum alias Wawan (27), Illu Inaya (24), SHDW (16), DF alias T-Day (17), dan admin akun Aldi Atwandi Jauhar (24), para tersangka dijerat dengan pasal-pasal KUHP , Undang-Undang Nomer 11/2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik, serta Undang-Undang Nomor 44/2008 tentang pornografi. Dari penuturan Polda Metro Jaya masih banyak pelaku pedofil yang berkeliaran ditengah masyarakat.
Penggunaan media sosial untuk kejahatan seksual terhadap anak bukan kali ini tejadi, pada tahun 2016, Polisi juga mengungkap jaringan prostitusi sesama jenis yang korbannya anak-anak  dan remaja di kawasan Puncak,  Bogor. Sebanyak 99 remaja menjadi korban saat itu.  Fakta ini menjadi perhatian bersama bahwa ancaman pelaku Pedofil sedang mengintai. Ancaman ini jelas menjadi perhatian bersama, kala predator anak tumbuh dan berkembang menjadi bagian dari masyarakat yang suatu saat akan memunculkan ancaman. Hampir 90% dari anak-anak yang mengalami pelecehan seksual, dilecehkan oleh orang yang mereka kenal, dan dari 10% sisanya, beberapa anak merupakan korban dari perdagangan seks. Melihat dari banyaknya korban, saat ini Indonesia  sedang darurat kejahatan pedofil.  
Penggunan media sosial yang bersifat tertutup, memberikan pertannyaan besar bagaimana perilaku ini tumbuh dan berkembang?, dari banyak media sosial, kebanyakan kantornya tidak berdiri di Indoneisa, itu menjadi ancaman berarti yang  berdampak pada pengawasan yang kurang. Sifat group yang tertutup, membuat banyak kasus serupa sulit diungkap. Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam memutus rantai pedofilia.
Kejahatan tehadap anak merupakan bentuk kejahatan luar biasa. Hukumanya seharunya berat agar memberikan efek jera terhadap para pelaku.  Hukuman kebiri yang pernah diwacanakan presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, harusnya memiliki tindak lanjut penerapannya, meski banyak pihak menilai itu sebuah pelanggaran HAM. Kalau dihubungkan antara sebap dan akibat, para korban pedofil jelaslah HAMnya telah di renggut. Para korban cenderung mengalami gangguan pada kesehatan, seperti rasa nyeri di alat kelamin dan lubang dubur, gangguan kejiwaan, prestasi menurun serta saat dewasa anak memiliki beban trauma yang besar. kemungkinan menjadi pelaku pedofi menjadi sangat besar. Ini sangat ironis, pasanya korbanya adalah anak-anak. Dari banyak kasus nampaknya mata rantai pelaku pedofil terus berkembang.
Pelaku pedofil tidaklah menyadari bahwa yang dilakukan itu menyimpang. Mereka hanya meyakini perbuatan itu merupakan bentuk “cinta”, terhadap anak-anak. Sekitar 17% dari pelaku kejahatan seks pada anak cenderung untuk kembali mengulangi perbuatan yang sama dalam jangka waktu dua tahun. Bayangkan ketika banyak pelaku pedofil masih berkeliaran di lingkungan masyarakat akan menimbulkan petaka dikemudian hari. Indonesia dalam hal ini, tanpa adanya hukuman yang tegas, akan menimbulkan persepsi bagi para pelaku sebagai surganya pedofil. Memerangi pedofi adalah langkah yang tepat dalam melawan penyebaran perilaku ini dengan berbagai cara, salah satunya hukuman yang berat dan edukasi bahaya pedofil. Pemerintah harus melakukan pendekatan kultural di tengah masyarakat untuk bisa lebih luas menjangkau dan meningkatkan kesadaran akan bahaya podfilia.
Tingkatkan komunikasi
Edukasi dini pemahaman bahaya pedofil harus segera dilakukan. Orang tua sebagai pelindung anak memiliki peranan penting dalam menggelola dan mengkontrol anak untuk tumbuh dan berkembang. Memberikan pengetahuan tentang trik yang sering dilakukan oleh para perilaku pedofil, dengan tidak mudah percaya terhadap iming-iming yang diberikan para pelaku pedofil, nyatanya dapat mencegah. Para pelaku pedofi cenderung memiliki perilaku sama dalam meyakinakan korbanya. Dengan memberikan imbalan, menjanjikan sesuatu atau menyamar menjadi guru olahraga, maupun petugas keamanan bayak dilakukan. komunikasi baik yang terjalin antara anak dan orang tua akan memberikan rasa aman terhadap anak. Meski kesibukan orang tua itu beragam bentuk, faktanya menjalin komunikasi membentuk hubungan baik, karena anak itu membutuhakan perhatian dari orang tua.
Indonesia saat ini sedang mengalami darurat Pedofilia, yang mengancam kehidupan anak-anak sebagai generasi penerus. Beban besar yang akan diterima anak-anak korban pedofil menjadi cambukan rasa penyelasan, bagaimana orang tua tidak menjadi pelindung anakanya?, pertanyaan ini pula yang akan menghantui. Orang tua harus mengajarkan cara berteman yang baik, mendorong menceritkan semua yang dilakukan.  Orang tua menjaga anak dan mendidik, guru memberikan pemahaman dan bahaya pedofilia sedangakan pemerintah kampanye antipedofilia. Jika semua kesatuan  ini berkerja dengan baik, pencegahan yang baik akan memutus rantai pedofilia tumbuh.
Sebagai bangsa yang  berbudi dan berkultur tinggi, membiarkan perilaku pedofil tumbuh sama halnya dengan menghancurkan moral, nilai dan etika yang diwariskan. Anak yang seharusnya mendapat perlindungan justru, mendapatkan ancaman masa depan. Ketika  anak hidup dalam penyesalaan dan trauma sikap gelisah akan selalu menghantui dalam setiap perjalanan hidup. Kejahatan pedofilia merupakan bentuk kejahatan luar biasa sehingga harus ada penanganan, perhaitan dan pemahaman luar biasa pula. Pelaku pedofilia bukan hanya sebatas hukuman, perlu pembinaan agar kasus serupa tidak terulang mana kala telah selesai dari masa hukuman.

Salam Perintis :Fakta membuktikan pelaku Pedofil setelah masuk penjara, kemungkinan 2 tahun kemudian mengulangi perbuatan  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar