Senin, 20 Maret 2017

Bagaimana dunia tanpa Islam?
Oleh: Yofiendi Indah Indainanto


Sebuah buku berjudul “A World Without Islam", banyak menyita perhatian masyarakat dunia tentang isu yang sangat sensitif, diangkat dalam menggabarkan konflik barat dan timur tengah. Buku yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia ”sebuah dunia tampa Islam”, menceritakan hubungan barat dan umat Islam tentang sentimen-sentimen yang menegaskan “kami-kalian” dalam kehidupan berkaitan dengan penguasaan dan politik. Dalam buku setebal 385 halaman, yang masuk kategori "bestseller" karena sudah dicetak 3 kali (Agustus 2010, Juli 2011 dan April 2012) oleh Back Bay Books/Little, Brown and Company, memiliki pesan tentang hubungan secara historis barat yang mencoba menguasai Timur Tengah dan umat Islam dengan berbagai cara, baik secara kekerasan maupun secara doktrin gelobal melalu isu terorisme.
Penulis buku ini, Graham E. Fuller adalah seorang mantan wakil ketua National Intelligence Council di Central Intelligence Agency (CIA) Amerika Serikat, juga mantan peneliti politik senior di RAND, dan sekarang menjadi profesor di Simon Fraser University. Sebelum menerbitkan buku ini di tahun 2010, Fuller telah mempublikasikan artikel dengan judul yang sama pada majalah Foreign Policy terbitan Desember 2007. Fuller sangat meminati perkembangan Islam dan Timur Tengah, terbukti ia juga menuliskan buku lain yang berjudul "The Future of Political Islam". Isu yang dibahas tentang islam dalam konteks agama maupun sebagai umat.
Berkembangnya isu Islam-Phobia dalam kehidupan masyarakat dunia tidak terkecuali dengan Indonesia, menasbihkan tentang pengaruh barat dalam memberikan doktrin gambaran Islam dengan kekerasan. Para penantang Islam, penghujat Islam, pembenci Islam, harus mengaca dan mempelajari historis bagaimana hubungan barat dan Islam. Ranah sensitif selalu memberikan sebuah perlawaan manakala zona tersebut tersentuh. Kekuasaan dan penguasaan yang beroreantasi pada kekuatan politik mengarahkan pada konflik yang sengaja dibuat dengan memanfaatkan batasan-batasan kepercayaan. Perseptif yang berkembang akan memudahkan usaha penguasaan itu terjadi. Dengan Islam-Phobia barat akan mudah menghancurkan umat Islam.  Fuller sang penulis buku mencoba membahas lebih dalam tentang Islam dalam konteks sebagai agama maupun umat.
Fuller memberikan sebuah pengandaian dalam sebuah pertanyaan “bagimana sebuah dunia tampa Islam?, apa yang akan terjadi, apabila tidak ada agama dan umat Islam dalam dunia ini?”, Sebuah dunia tanpa Islam, apakah akan lebih baik? Apakah sejarah dunia ini dengan segala peristiwa yang terkandung didalamnya akan berbeda ataukah tetap sama?”, pertanyaan yang sarat muatan politik dan kontroversional  bagi umat Islam. Sebagai umat Islam pertanyaan seperti itu, sangat menyinggung perasaan dan bisa menimbulkan konflik agama yang besar. Kaum-kamum radikal yang tidak mengerti arah dan tujuan akan menimbulkan sebuah perselisihan yang mengarah pada tindakan kekerasaan. Sejenak merenung, sebagai uamt Islam yang taat, pastilah ada jawaban terbayang dalam pemikiran, perilah lontaran pertannyaan Fuller.
Sebagai umat Islam, pertannyaan itu, terdengar nyaring untuk di jawab. Bagiamana mungkin pertannyaan itu tumbuh?. Berdasarkan fakta sejarah konflik barat dan umat Islam terus terjadi dari jaman dahulu hingga sekarang. Sejarah banyak mencatat bagaimana konflik masalah ras, etnis dan kepentingan ekonomi selau dikaitkan dengan masalah agama. Fuller mengungkapkaan, Konflik antara Israel dan Palestina bukanlah konflik antar agama melainkan konflik yang berkaitan dengan nasionalisme, etnis dan teritori/wilayah. Kekuatan sepritual agama dijadikan alat untuk menghancurkan, bukan murni masalah kepercayaan. Pertanyaan “Bagaimanakah bila Islam tak pernah ada?". Tentu jawabannya adalah tidak akan ada benturan peradaban, tidak akan ada perang suci, dan lebih jauh lagi tidak akan ada terorisme. Pasca kejadian 9 September (9/11), banyak persepsi negatif yang bermunculan di dunia, yang cenderung mendiskreditkan Islam. Wajar saja saat ini barat terus mencoba memecah-belah dengan memasukan ideologi mereka kepada umat Islam dengan berbagai cara salah satunya isu terorisme.  Upaya mendemokrasikan sistem pemerintah di negara-negara Islam dengan berbagai isu seperti pelanggaran hak asasi manusia membuat orang barat akan mudah masuk kenegara dengan alasan kemanusiaan dan mendoktirin, sehingga upaya untuk menguasai sumberdaya alam akan mudah.
Sejatinya Islam dan Barat masing-masing memiliki ketakutan dengan idologi keduanya. Islam sangat kahawatir dengan ideologi barat yang menggerus nilai-nilai kepercayaan umat, begutu juga barat. Ketakutan barat jelas beralasan, bayangkan ketika umat Islam dengan teguh membela agama akan memberikan sebuah suntikan semangat yang tidak bisa dibayangkan bagaimana dasyatnya kekuatan itu, salah satunya konsep Jihad. Barat mengidentivikasi Jihad itu sebagai bibit-bibit sikap radikal yang mengarah pada terorisem. Perihal isu teroriseme internasional Fuller mengutarakan, radikalisme dan ekstrimisme adalah hasil ciptaan dari Barat, yaitu Amerika dan Eropa sendiri. wajar saja sering melihat kasus pengeboman serta tindakan separatis seperti kelompok teroris ISIS, Taliban yang mengatasnamakan Islam. Tindakalah itu bukanlah Islam, usaha untuk berkuasa atau politik bukanlah Islam dengan kata lain Islam bukan politik, politik bukan Islam.
Jauh hari sebelum Islam lahir di Timur Tengah, ternyata persaingan antar etnis telah terjadi disana, yaitu antara kelompok etnis Arab, Persia, Turki, Kurdi, Yahudi dan Pashtun. Lalau pertanyaan muncul, “Bagaimana bila Islam tidak ada dan Kristen menjadi agama terkuat, apakah hubungan antara Timur Tengah dan Barat akan menjadi lebih baik?. Islam selalu identik dengan timur tengah, fakta historis Islam lahir di tanah Arab, berkembang pesat kepenjuru dunia. jawaban dari pertannyan jelaslah tidak, bangsa Barat datang negara Islam bukalah persolan agama, melainkan persolan kepentingan ekonomi dan geo-politik, hal ini seperti orang Belanda datang ke Indonesia mencari rempah-rempah yang kapan saja bisa menimbulkan konflik dengan masyarakat lokal. Isu Agama lagi-lagi hanya sebuah isu yang menutupi keserakahan dan keirian Barat terhadap umat Islam.
Bagaiman dengan umat Islam di Indonesia. sentimen-sentimen agama yang terjadi beberapa waktu lalu dari banyak rentetan peristiwa dari aksi bela Islam, bela ulama menandakan agama menjadi sesuatu yang sensistif. Beberapa waktu yang lalu masyarakat dihebohkan dengan aksi teror di Bandung. Pertannyaan muncul bagaimana mungkin itu terjadi?, apa sasarannya?. Kecurigaan muncul manakala ada upaya merubah image Islam Indonesia yang damai dengan  kerasan terorisem. Manejemen isu menjadi sesuatu yang mungkin terjadi, jika memang terorisem itu benar ada, tidak akan terlihat aksi damai yang berulang kali terjadi. Pastilah media-media akan dibanjiri berita korban teroris kala itu. ini membuktikan terorisme hanyalah alat kekuasaan segelintir orang dalam merubah image umat Islam.
Fuller sebagai penulis buku “A World Without Islam”, konflik yang saat ini terjadi bukalah konflik agama. Dunia tanpa Islam akan tetap sama, dengan apa yang terjadi saat ini. Umat Islam terutama di Indonesia janganlah mudah terprovokasi dengan isu yang mengatasnakan agama. Orang barat akan senang dan gembira melihat umat Islam terpecah dengan banyak masalah salah satunya terorisme. Strategi barat tentang menghancurkan Islam telah tumbuh dan berkembang sebagai upaya menguasai dunia. isu agama hanyalah sebuah propaganda untuk sebuah kepentingan politik. tulisan ini pertama kali terbit di harian Obrbit edisi (21/3).
salam perintis, bukankah menulis itu sebuah perubahan?..... lakukanlah!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar