Selasa, 11 April 2017


Bagi Yang Tidak Beruntung



telah nampak keriput telah akrap diwajah, sedikit bumbu kekesalan. bergaris membentuk takdir. bisakah dirubah ditangan pemimpin(cetusnya).
 pejuang asa, ditengah realita kehidupan jalanan. senyap, hening dan mengghilang. bukan apa-apa, bukan pula kendaraanya. tapi asap dapur yang tidak lagi mengebul. 
sudah pula dirasakan asam getir, pahit tilang, karena sang waktu memburu, hingga lupa, apa yg dilakukan, kemaren, seminggu yang lalu, 1 bulan, setahun, 10 tahun dst.
dunia dipenuhi orang-orang yang tidak beruntung.
anggap teknologi untuk orang yang beruntung. ada kalanya orang dilahirkan dalam ketidak beruntungan, dan itu dianggap sebagi beban dilingkunganya. ketidakberuntungan dimiliki bagi mereka yang dilarikan tidak kaya(miskin). dan biasanya mereka pergi kekota untuk mecari kehidupan yang tidak malu. perinsipnya lebih baik makan singkong diperantauan dibandingkan makan beras di kampung. ketidak adaan harta, yang cukup, membuat mereka bak seperti semut menyerang gula, menggerubun membentuk komunitas dan berjuang. salahkah? tidak. lalu mereka dibilang sang perambah, menempati sudut-sudut pinggiran kota, hanya untuk sekedar sembunyi dari sinar mentari. hingga legalitas menjadi persolan dikemudian hari. anggap besok digusur. pilihanya melawan sia-sia, membongkar sendiri tidak tega, hingga berbedar diri rumah saja di ganti dengan uang santunan Rp, 1500.000 atau lebih dikit,dikit, dikit aj.
ingin pulang, bercanda dengan alam, tapi marwah terus menebar gengsi, kelak engkau lupa arti kembali.
senyap-senyap malam terus menusuk batas-batas pemikiran
(anggap itu mimpi buruk).
sudah lupa betapa sakit saat mata melelah, dan pikiran terus bekerja
mungkin besok akan sama, atau lebih parah, sedikit harapan akan lebih itupun satu tingkat aja
kejam sudah dirasa, dengan etos kejara, bergerak ligat, agar tak tertekong. sakit memang, ya udah itu memang rodanya
sudah seharunya hak-haknya diamankan. bukan sekarang tapi nantik waktu musim demokrasi sedang terjadi
bisa jadi mereka jadi alat pemuas diri, untuk satu tahta sejati
lupa akan konsep diri (hidup untuk mati, dalam suasana tingkat religi tinggi),
sudah mereka sedang di ujung asa, mana kala hita jadi putih, yang kemudian jadi hitam pekat, lekat dan melekat(gkk papa salah kata)
sejatinya hitam itu abadi, kenapa mencoba jadi putih, toh nantinya jadi abu-abu!, (paham diri)
undur diri, berjuang harus berubah-berubah diawali dari kemauan, yang dikuatkan dengan tekat, serta dorangan doa. semoga kelak merka tersadar, pinggiran bukan berarti musuh (sampah kota).
nantinya merka akan jadi penyelamatmu(tukang becak), merayu jalan yang ngambek. (catatan kecil, penulis jalanan). Yofi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar